Keberadaan objek perlu sentuhan tangan profesional. Jika tidak demikian alam di Sumbar yang notabene adalah daerah hutan tropis akan terkesan tidak terurus. Memang hutan adalah objeknya, tapi kita bisa mengacu pada kebun raya Bogor yang mampu menjual hutan sebagai objek yang memiliki nilai jual.

Praktisi Sumbar yang juga Ketua Association Travel Agent Indonesia (ASITA) Sumbar, Asnawi Bahar kembali angkat bicara. Alam Sumbar sebenarnya memiliki nilai jual. Tapi sentuhan profesional menjadi tantangan yang tak pernah terjawab hingga saat ini. Boleh saja hutan dikemukakan, tapi keberadaan hutan harus diseimbangkan dengan permintaan wisatawan.

Ia memisalkan, Rimbo Panti. Kesan seram dan angker yang selama ini melekat di objek tersebut pelan-pelan bisa disingkirkan dengan beberapa fasilitas penting yang ada di situ. Misalnya saja walking track atau tempat-tempat pemberhentian bagi wisatawan. Untuk daerah Rimbo Panti dan yang ada di perbatasan Sumatera Utara menyimpan potensi yang besar. Wisatawan yang datang dari Sumut menuju Sumbar selama ini cuma sejenak dan tidak terlalu antusias dengan objek yang ada di situ.

Pasar objek alam adalah wisatawan asal Eropa. Sementara untuk wisatawan Asia tidak terlalu menjanjikan. Bukan Rimbo Panti saja, apakah itu Singgalang, Talang, Merapi dan lainnya seharusnya bisa dijadikan objek layaknya Kinibalu di Filipina. Tiap tahun, kota Kinibalu dikunjungi puluhan ribu orang cuma karena gunungnya. Kenapa Sumbar yang memiliki puluhan objek yang lebih baik daripada itu tidak bisa. Beda yang paling mendasar, keindahan alam dan berbagai keunikannya tanpa balutan manajemen yang baik, sama saja. (*)